PELAJARAN ADALAH KEHIDUPAN, HIDUP UNTUK BELAJAR DAN BELAJAR UNTUK KEHIDUPAN

Sabtu, 02 November 2013

15022013

Ada yang bilang, seseorang baru dikatakan sempurna jika dia pernah mengalami sayatan tiada henti. Menghadapi cercaan beruntun tanpa pandang arah. Seperti segumpal tanah liat yang menjadi cantik setelah dibentuk menjadi tembikar. Tapi apakah harus demikian? Memilih melukai diri sendiri. Membiarkan teriris, tergores bak goresan pisau. Jika hanya sebesar goresan di jari mungkin tak seberapa. Jika seluas mata memandang?

Merasakan yang tidak dirasakan orang lain. Merasakan yang tidak dipahami orang lain. Meninggalkan yang tidak dipunyai mereka. Melepas yang tak ingin dilepas.
Adakah kau pernah merasakannya?

Habisnya kesempatan untuk menggapai hal yang seharusnya bisa dipunya. Melepaskan dalam keterpaksaan dan keterpurukan.

Habis sudah kesempatan dariNya. Pergi sudah titipanNya. Hilang sudah masa memiliki sesuatu yang pernah Dia berikan.

Semua tak kembali sama.
Senyum yang tak lagi sama.

Mungkin, terlalu angkuh kah? Mengakui bahwa titipanNya itu sangat berarti? Hingga merasa boleh untuk sesekali melukai hatinya? atau bahkan mengabaikannya.

Padahal tiada lelah ia meminjamkan tangannya, telinganya, waktunya, dan apa-apa yang dipunya. Memohonkan kebaikan. Menyunggingkan senyum. Melapangkan dada. Melantunkan do’a. Memantikan dukungan dan semangat.

Ketika kepergian menjadi tamparan keras. Dan lukanya tak hilang segera. Setelahnya mungkin hanya ada penyesalan dan kekecewaan di hati bukan?

Maafkan.
Maaf yang mungkin tidak bisa mengobati.

Sang bunga matahari akan tetap mencari cahayanya yang tak tergantikan. Meski dalam gelapnya temaram bulan. Layaknya bumi yang selalu mengintai matahari, memandang bayang dari sudut lain.

#1502013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar